sertapuisi.blogspot.com: Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang banyak disukai karena disajikan dalam bahasa yang indah dan sifatnya yang imajinatif. Bahkan puisi juga dianggap sebagai rangkaian kata-kata yang menggambarkan perasaan penulis (penyairnya). pesan yang ingin disampaikan oleh penyair dirangkai dengan kata-kata yang indah, yang berbeda dengan bahasa sehari-hari, bahkan juga berbeda dengan bahasa karya sastra lainnya, seperti drama atau prosa.
Cinta adalah suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang.
Puisi cinta menurut ahli syair diibaratkan embun pagi yang menyejukkan. Salah satu contoh penyair terkenal serta terbaik dunia adalah Pablo Neruda.
Dan kau dengar aku dari jauh, tapi suaraku tak menyentuhmu
Seperti matamu yang mengalur hingga jauh
Seperti ada sebuah kecupan yang mengunci mulutmu
Seperti segalanya terpenuhi dengan jiwaku
Kau menjelma dari segalanya, memenuhi jiwaku
Engkau seperti jiwaku, kupu-kupu mimpi,
Dan engkau seperti kata Melakoli
Aku ingin jadi keheningan untukmu: dan kau berjauh jarak
Suara itu seperti engkau meratap, kupu-kupu berbunyi seperti merpati
Kau mendengarku dari jauh, suaraku tak mencapaimu
Biarkan aku datang padamu menjadi hening dalam sunyimu
Dan biarkan aku bicara denganmu, dengan kesunyianmu
Terang seperti lampu, seadanya bagai seutas cincin
Engkau seperti malam, menyimpan keheningan dan konstelasi
Sunyimu adalah bintang, memecil jauh dan bersembunyi
Aku ingin jadi keheningan untukmu: seakan kau tak ada
Jauh jarak itu penuh nestapa itu seakan kau telah mati
Lalu hanya satu kata, satu senyuman, cukup sudah
Dan aku bahagia, bahagia karena segalanya menyaru palsu
Aku jadi cinta tersebab bentuk dan warna-warnamu itu
Engkau milikku, bagiku, perempuan berbibir madu
Dan dalam hidupmu, mimpi-mimpiku tak mati-mati
Nyala pelita di jiwaku membasuh kedua kakimu
Anggurku yang masam, terasa lebih manis di bibirmu,
Lagu pujian malamku, seluruh hanya bagimu,
O betapa ada satu mimpi: meyakini kau jadi milikku!
Kau milikku. Milikku. Kuteriakkan pada angin petang
Dan angin pun menghela suaraku nelangsa di pundaknya
Pemburu kedalam mataku, engkau si perampas
Sebab masih saja naluri malammu mengira ia telaga
Kau terperangkap dalam jaring musikku, sayangku
Dan perangkap musikku itu meluas seluas angkasa
Jiwaku lahir pada pantai perkabungan di matamu
Di mata berkabungmu itu, negeri mimpi memulai diri
Dengan baret hijau dan senyap di hati kesunyian
Di matamu lidah api senja hari bertarung berkobar
Dan dedaunan berguguran ke muka kedung jiwamu
Lenganku berangkulan seperti tanaman merambat
Dalam teduh, dedaunan merangkum suaramu, perlahan
Pukau unggun api membakar rasa hausku
Anggun bakung biru, terpintal terjalin di jiwaku
Seperti matamu mengembara, musim gugur jauh disana
Baret kelabu, suara burung, hati seperti rumah mendekat
Menjadi arah, kemana rindu yang parah berpindah
Dan kecupan-kecupanku rubuh, bahagia bagai bara api
Langit dari sebuah kapal. Padang dari perbukitan
Kenanganmu tercipta dari cahaya, kabut, dan kolam diam!
Melampaui matamu, menjauh lagi, malam-malam terbakar
Dedaunan kering musim gugur menghambur di jiwamu
Maka kutulis saja: “Langit ditaburi bintang-bintang, dan
Bintang-bintang biru, bergetaran di jarak kejauhan
Dan angin malam berpusaran melagukan nyanyi
Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis
Aku cinta padanya, dan sesekali dia pun cinta padaku
Di malam seperti ini, kurengkuh dia di lenganku
Kukecup kuulang tak berbilang dibawah langit lapang
Dia mencintai aku, sesekali aku pun cinta pada dia
Tidakkah cukup alasan untuk mencintainya ? Secintanya ?
Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis
Dalam pikir ia tak tergapai, dalam rasa ia tak terpunya
Menyimak malam yang berat, lebih berat karena tak ada dia
Dan sajak meluruhi jiwa, seperti embun jatuh di daun rumput
Sia-sia kutanya mengapa cinta tak mampu menjaganya
Langit ditaburi bintang, dan ia tak bersamaku lagi
Itulah segalanya. Jauh. Di entah jarak, seseorang menyanyi,
Jiwaku hilang tanpa dia, hilang bersama dia
Seperti kuraih dia mendekati, mataku mencari,
Hatiku mencari, karena dia tak lagi bersamaku kini
Malam lain yang sama, yang memucatkan pepohonan yang sama,
Kita, kita entah siapa, kita yang sama tak lagi ada
Aku tak lagi mencintai dia, sungguh, tapi sungguh kucinta,
Suaraku mencari angin agar tersentuh dengar telinganya
Seseorang asing. Dia akan jadi asing.
Dia yang sekali waktu pernah mengecap kecupan-kecupanku
Suaranya, tubuh terapungnya. Tak terbatas matanya
Aku tak lagi mencintainya, sungguh, tapi mungkin aku cinta.
Cinta sebentar saja, melupakannya makan waktu lama
Karena di malam seperti ini kurengkuh dia di lenganku,
Jiwaku hilang tanpa dia
Meski ini mungkin sakit terakhir yang disebabkannya,
Dan ini mungkin sajak terakhir yang kutulis untuknya
Pada Pinus hitam angin mengurai kekusutan
Bulan berpendar seperti fosfor di air tak berhulu muara
Hari demi hari, sama saja, saling memburu mengejar
Salju tak bergelung dari sosok-sosok berdansa
Camar berbulu perak tergelincir terbang dari barat
Sesekali tampak sebuah layar. Tinggi, bintang yang jauh
O ada silang hitam sebuah kapal
Bersendiri
Sesekali aku terbangun dini hari, dan jiwaku basah
Di kejauhan gemuruh laut disahut gemuruh laut
Inilah pelabuhan itu
Inilah aku yang mencintaimu
Inilah aku, ketika cakrawala sia-sia menyembunyikanmu
Aku mencintaimu walau segala membeku mengepung
Sesekali kecupanku berlayar bersama kapal besar
Menyeberangi laut menuju yang tak tersampai
Aku merasa dicampakkan bagai jangkar tua
Pelabuhan makin murung ketika petang tertambat disana
Hidupku jatuh kian letih, lapar tanpa ada sebabnya
Aku mencintai apa yang tak kupunyai. Engkau begitu jauh
Kebencianku tak terebut oleh senja yang lamban
Tapi malam tiba jua, dan mulai bernyanyi bagiku
Bulan membalikkan arah jarum jam mimpinya
Bintang tersebar menatapku dengan matamu
Dan seperti aku mencintaimu, pinus dan angin
Daun yang berjalin ingin melagukan namamu
Gadis yang lincah berkulit matahari, matahari yang menjadikan buah-buahan,
Yang menegakkan rerumputan, yang melilit ganggang
Mengisi tubuhmu dengan kegirangan, dan terang matamu
Dan mulutmu ang memiliki senyuman sejernih air
Kerinduan jelaga matahari terjalin jadi helaian
Surai hitammu, ketika kau bentang kedua lengan
Kau bermain matahari seperti dengan sungai kecil
Dan tertinggallah dua kolam gelap di matamu
Gadis yang lincah, tak ada yang menuntunku mendekatmu
Segala jauh menahan, seperti engkaulah rembang malam
Kau kegaduhan hiruk-pikuk kawanan lebah
Amuk ombak mabuk, kau kekuatan burung ekor putih
Walau hatiku yang suram mencari engkau juga, aku cinta
Girang tubuhmu yang penuh, suaramu yang pipih dan mengalir
Kupu-kupu hitam, manis dan sesungguhnya arti
Bagai padang gandum dan matahari, bagai air dan bunga popi.
Syair atau sajak-sajak Pablo Neruda adalah teman bagi para pecinta. Syair cintanya sarat dengan renungan, kaya metafor, romantis, menggetarkan dan penuh dengan kejutan. Banyak orang yang hapal Syair-Syair Neruda. Banyak sastrawan yang “dilahirkan” Syair-Syair Neruda. Bahkan konon revolusioner seperti Che Guevara pun suka mengutip larik-larik dari Neruda dalam satu-dua perbincangan. Memang, Syair-Syair Neruda, sebagaimana sajak cinta Kahlil Gibran atau Maulana Rumi, membuat orang “mabuk kepayang”. Logika dan estetika yang digunakannya “menyingkir” dari common sense, sehingga justru karenanya, digemari oleh masyarakat umum. Demikianlah dari sertapuisi.blogspot.com, semoga bermanfaat...
Cinta adalah suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang.
Puisi cinta menurut ahli syair diibaratkan embun pagi yang menyejukkan. Salah satu contoh penyair terkenal serta terbaik dunia adalah Pablo Neruda.
PUISI CINTA KARYA PABLO NERUDA
Puisi 1: Aku Ingin Jadi Keheningan Untukmu
Seakan kau tak adaDan kau dengar aku dari jauh, tapi suaraku tak menyentuhmu
Seperti matamu yang mengalur hingga jauh
Seperti ada sebuah kecupan yang mengunci mulutmu
Seperti segalanya terpenuhi dengan jiwaku
Kau menjelma dari segalanya, memenuhi jiwaku
Engkau seperti jiwaku, kupu-kupu mimpi,
Dan engkau seperti kata Melakoli
Aku ingin jadi keheningan untukmu: dan kau berjauh jarak
Suara itu seperti engkau meratap, kupu-kupu berbunyi seperti merpati
Kau mendengarku dari jauh, suaraku tak mencapaimu
Biarkan aku datang padamu menjadi hening dalam sunyimu
Dan biarkan aku bicara denganmu, dengan kesunyianmu
Terang seperti lampu, seadanya bagai seutas cincin
Engkau seperti malam, menyimpan keheningan dan konstelasi
Sunyimu adalah bintang, memecil jauh dan bersembunyi
Aku ingin jadi keheningan untukmu: seakan kau tak ada
Jauh jarak itu penuh nestapa itu seakan kau telah mati
Lalu hanya satu kata, satu senyuman, cukup sudah
Dan aku bahagia, bahagia karena segalanya menyaru palsu
Puisi 2: Pada Sebuah Senja di Langitku
Pada sebuah senja, di langitku, kau menjelma jadi awanAku jadi cinta tersebab bentuk dan warna-warnamu itu
Engkau milikku, bagiku, perempuan berbibir madu
Dan dalam hidupmu, mimpi-mimpiku tak mati-mati
Nyala pelita di jiwaku membasuh kedua kakimu
Anggurku yang masam, terasa lebih manis di bibirmu,
Lagu pujian malamku, seluruh hanya bagimu,
O betapa ada satu mimpi: meyakini kau jadi milikku!
Kau milikku. Milikku. Kuteriakkan pada angin petang
Dan angin pun menghela suaraku nelangsa di pundaknya
Pemburu kedalam mataku, engkau si perampas
Sebab masih saja naluri malammu mengira ia telaga
Kau terperangkap dalam jaring musikku, sayangku
Dan perangkap musikku itu meluas seluas angkasa
Jiwaku lahir pada pantai perkabungan di matamu
Di mata berkabungmu itu, negeri mimpi memulai diri
Puisi 3: Ku Kenang Engkau
Ku kenang kau sebagai kau di musim gugur terakhirDengan baret hijau dan senyap di hati kesunyian
Di matamu lidah api senja hari bertarung berkobar
Dan dedaunan berguguran ke muka kedung jiwamu
Lenganku berangkulan seperti tanaman merambat
Dalam teduh, dedaunan merangkum suaramu, perlahan
Pukau unggun api membakar rasa hausku
Anggun bakung biru, terpintal terjalin di jiwaku
Seperti matamu mengembara, musim gugur jauh disana
Baret kelabu, suara burung, hati seperti rumah mendekat
Menjadi arah, kemana rindu yang parah berpindah
Dan kecupan-kecupanku rubuh, bahagia bagai bara api
Langit dari sebuah kapal. Padang dari perbukitan
Kenanganmu tercipta dari cahaya, kabut, dan kolam diam!
Melampaui matamu, menjauh lagi, malam-malam terbakar
Dedaunan kering musim gugur menghambur di jiwamu
Puisi 4: Syair Paling Duka yang Bisa Kutulis
Malam habis, inilah syair paling duka yang bisa kutulisMaka kutulis saja: “Langit ditaburi bintang-bintang, dan
Bintang-bintang biru, bergetaran di jarak kejauhan
Dan angin malam berpusaran melagukan nyanyi
Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis
Aku cinta padanya, dan sesekali dia pun cinta padaku
Di malam seperti ini, kurengkuh dia di lenganku
Kukecup kuulang tak berbilang dibawah langit lapang
Dia mencintai aku, sesekali aku pun cinta pada dia
Tidakkah cukup alasan untuk mencintainya ? Secintanya ?
Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis
Dalam pikir ia tak tergapai, dalam rasa ia tak terpunya
Menyimak malam yang berat, lebih berat karena tak ada dia
Dan sajak meluruhi jiwa, seperti embun jatuh di daun rumput
Sia-sia kutanya mengapa cinta tak mampu menjaganya
Langit ditaburi bintang, dan ia tak bersamaku lagi
Itulah segalanya. Jauh. Di entah jarak, seseorang menyanyi,
Jiwaku hilang tanpa dia, hilang bersama dia
Seperti kuraih dia mendekati, mataku mencari,
Hatiku mencari, karena dia tak lagi bersamaku kini
Malam lain yang sama, yang memucatkan pepohonan yang sama,
Kita, kita entah siapa, kita yang sama tak lagi ada
Aku tak lagi mencintai dia, sungguh, tapi sungguh kucinta,
Suaraku mencari angin agar tersentuh dengar telinganya
Seseorang asing. Dia akan jadi asing.
Dia yang sekali waktu pernah mengecap kecupan-kecupanku
Suaranya, tubuh terapungnya. Tak terbatas matanya
Aku tak lagi mencintainya, sungguh, tapi mungkin aku cinta.
Cinta sebentar saja, melupakannya makan waktu lama
Karena di malam seperti ini kurengkuh dia di lenganku,
Jiwaku hilang tanpa dia
Meski ini mungkin sakit terakhir yang disebabkannya,
Dan ini mungkin sajak terakhir yang kutulis untuknya
Puisi 5: Inilah Aku Yang Mencintaimu
Inilah aku yang mencintaimuPada Pinus hitam angin mengurai kekusutan
Bulan berpendar seperti fosfor di air tak berhulu muara
Hari demi hari, sama saja, saling memburu mengejar
Salju tak bergelung dari sosok-sosok berdansa
Camar berbulu perak tergelincir terbang dari barat
Sesekali tampak sebuah layar. Tinggi, bintang yang jauh
O ada silang hitam sebuah kapal
Bersendiri
Sesekali aku terbangun dini hari, dan jiwaku basah
Di kejauhan gemuruh laut disahut gemuruh laut
Inilah pelabuhan itu
Inilah aku yang mencintaimu
Inilah aku, ketika cakrawala sia-sia menyembunyikanmu
Aku mencintaimu walau segala membeku mengepung
Sesekali kecupanku berlayar bersama kapal besar
Menyeberangi laut menuju yang tak tersampai
Aku merasa dicampakkan bagai jangkar tua
Pelabuhan makin murung ketika petang tertambat disana
Hidupku jatuh kian letih, lapar tanpa ada sebabnya
Aku mencintai apa yang tak kupunyai. Engkau begitu jauh
Kebencianku tak terebut oleh senja yang lamban
Tapi malam tiba jua, dan mulai bernyanyi bagiku
Bulan membalikkan arah jarum jam mimpinya
Bintang tersebar menatapku dengan matamu
Dan seperti aku mencintaimu, pinus dan angin
Daun yang berjalin ingin melagukan namamu
Gadis yang lincah berkulit matahari, matahari yang menjadikan buah-buahan,
Yang menegakkan rerumputan, yang melilit ganggang
Mengisi tubuhmu dengan kegirangan, dan terang matamu
Dan mulutmu ang memiliki senyuman sejernih air
Kerinduan jelaga matahari terjalin jadi helaian
Surai hitammu, ketika kau bentang kedua lengan
Kau bermain matahari seperti dengan sungai kecil
Dan tertinggallah dua kolam gelap di matamu
Gadis yang lincah, tak ada yang menuntunku mendekatmu
Segala jauh menahan, seperti engkaulah rembang malam
Kau kegaduhan hiruk-pikuk kawanan lebah
Amuk ombak mabuk, kau kekuatan burung ekor putih
Walau hatiku yang suram mencari engkau juga, aku cinta
Girang tubuhmu yang penuh, suaramu yang pipih dan mengalir
Kupu-kupu hitam, manis dan sesungguhnya arti
Bagai padang gandum dan matahari, bagai air dan bunga popi.
TENTANG
Pablo Neruda adalah nama samaran penulis Chili, Ricardo Eliecer NeftalĂ Reyes Basoalto. Neruda yang dianggap sebagai salah satu penyair berbahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20, adalah seorang penulis yang produktif.Syair atau sajak-sajak Pablo Neruda adalah teman bagi para pecinta. Syair cintanya sarat dengan renungan, kaya metafor, romantis, menggetarkan dan penuh dengan kejutan. Banyak orang yang hapal Syair-Syair Neruda. Banyak sastrawan yang “dilahirkan” Syair-Syair Neruda. Bahkan konon revolusioner seperti Che Guevara pun suka mengutip larik-larik dari Neruda dalam satu-dua perbincangan. Memang, Syair-Syair Neruda, sebagaimana sajak cinta Kahlil Gibran atau Maulana Rumi, membuat orang “mabuk kepayang”. Logika dan estetika yang digunakannya “menyingkir” dari common sense, sehingga justru karenanya, digemari oleh masyarakat umum. Demikianlah dari sertapuisi.blogspot.com, semoga bermanfaat...
Post a Comment for "5 PUISI CINTA PABLO NERUDA"