11 Kumpulan Sajak dan Puisi Karya Pujangga Baru

sertapuisi.blogspot.com - Pujangga Baru merupakan sebuah angkatan sastra yang muncul pada tahun 1933 di bawah pimpinan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane. Angkatan ini hadir untuk menggantikan angkatan Balai Pustaka yang berjaya sebelumnya. Mereka mendasarkan diri pada semangat kebangsaan dan pembentukan budaya bam dalam gaya romantis. Secara resmi muncul bersamaan terbitnya majalah mereka, Poedjangga Baroe, pada bulan Mei 1933.


Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistis, dan elitis.


Di bawah ini merupakan beberapa puisi dan sajak karya Angkatan Pujangga Baru yang telah dirangkum sertapuisi.blogspot.com:

https://sertapuisi.blogspot.com/


1. Menjelang Pagi

Karya: Rifai Ali

Sunyi sepi seram dan kelam
Dalam suhur di ujung malam
Nyenyak terhenyak insan bertilam
Tiada berbalas desiran alam


Silu nesan dipuput baju
Tersenak keluh angin mendayu
Tiada seorang mendengar rayu
Hanyalah daun berdesih sayu


Sejak senja hendak bernanung
Ketika syamsyiar darah tertuntung
Sampai gelap bersayap maung
Tiada berbalas desiran alam


Kian gelaplah hening loka
Kian seni merandai duka
Kian korong turut terluka
Meratapi bahari zaman merdeka


2. Manusia

Karya: Rifai Ali

Aku kagum menyari gambar
Pusaka jari pujangga besar
Hidup timbul bagai menggeletar
Darah di jantung berdebar-debar


Sukma serasa tidak di bumi
Demi menyimak nyanyian seni
Terlayang-layang di atas fani
Atau tercampak ke sunyi mati


Kalbu cair mata berair
Darah nyawa suci mengalir
Waktu merasai sari syair
Ratap pujangga terbilang mahir


Darah beku, kakiku kaku
Tampan arca tegak terpaku
Mengherani bangunan sebukit batu
Tinggi meninju langit biru


Lelah otak mengira-ngira
Besi terbang atas udara
Silam menyilam dalam segara
Di darat bak ular sendiri mara


Betul sempurna wujud insani
Gaib pendapat akal dan budi
Tidak termakan dik rasa hati
Kematian manusia punah bak api!


3. Angklung

Karya: M. Taslim Ali

Sedang bermenung menyadar untung
Kedengaran dentung suara angklung
Merayu beta dengan duka
Duka nestapa rakyat jelata


Bagai kelihatan di penglihatan
Dirundung rawan di tepi jalan
Dua berkawan dekat pagaran
Meminta makan, harapkan pakaian


Bajunya becak, koyak-koyak
Hidup mendesak, mereka tercampak
Kian kemari mencari rezeki
Buat pembeli sesuap nasi


Jangan tertawa saudara semua
Melihat pakaiannya demikian rupa
Dari desa datang mereka
Dibawa ditunda alun sengsara


Banyaklah dia telah menderita
Siksa neraka rantau dunia
Rezeki liar hendak dikejar
Kesudahan kisar perut yang lapar


Berdentung-dentung bunyinya angklung
Berdengung-dengung di dalam menung
Berulang-ulang menyatakan malang
Bertimpa datang, bertalu menyerang


Hilang dengungnya, tinggallah beta Di penglihatan sengsara semata-mata Cahaya suka meninggalkan mata Gelombang duka bergulung di dada


4. Berpisah

Karya: Fatimah Hasan Delais

Sungguh berat rasa berpisah
Meninggalkan kekasih berusuh hati
Duduk berdiri sama gelisah
Kemana hiburan akan dicari


Kian kemari mencari kesunyian
Mengenangkan kasih diri masing-masing
Hati terharu, dilipur nyanyian
Tapi suara tak mau mendering


Dimanakan dapat awak menyanyi
Bukankah sukma tersentuk duri?
Hati pikiran berusuh diri?


Dimanakan dapat bersuka ria
Tidakkah badan sebatang kara?
Kenangan melayang nyebrang segara?


5. Bukan Beta Bijak Berperi

Karya: Rustam Effendi

Bukan beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair
Bukan beta budak negeri
Musti menurut undangan mair


Sarat saraf saya mungkiri
Untai rangkaian seloka lama
Beta buang beta singkiri
Sebab laguku menurut sukma


Susah sungguh saya sampaikan
Degup-degupan di dalam kalbu
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasaian waktu


Sering saya susah sesaat
Sebab madahan tidak nak datang
Sering saya sulit menekat
Sebab terkurang lukisan mamang


Bukan beta bijak berlagu
Dapat melemah bingkaian pantun
Bukan beta berbuat baru
Hanya mendengar bisikan alun


6. Rindu

Karya: Asmara Hadi

Di bawah langit bertabur bintang
Tiada berawan, permai syahdu
Di pasir pantai aku terlentang
Mendengar ombak rindu berlagu
Air mataku berlinang-linang
Rindu-sendu menyiksa kalbu
Dengan angkasa gilang-gemilang
Jiwaku ingin menjadi satu


Aku merasa sebagai tundungan
Dari angkasa, gemilang permai
Dalam dunia menanggung sengsai
Kapankah kalanya datang tulungan
Maha Kuasa memberi karunia
Membukakan daku pintu bahagia?


7. Pesanku

Karya: Asmara Hadi

Bila badanku nanti lah mati
Terhantar lemah tiada berasa
Suaraku diam, tiada lagi
Bernyanyi dalam perjuangan masa


Kuburkan daku, kawan-kawanku
Di tepi lautan biru permai
Jiwaku selalu cintakan lagu
Lautan abadi rindukan pantai


Di tempat sepi, dimana hanya
Dapat didengar suara lautan
Dan atmosfer membuat jiwa
Hiba memandang gambar kenangan


Di sana ku ingin berkubur
Di tepi lautan simbol jiwaku
Seperti anak sentosa tidur
Di pangkuan Bunda Indonesiaku


8. Hujan

Karya: Muhammad Zai Saidi

Bagai kapas resikan angin
Ringan-ringan hasrat melayang
Terkadang ada rasa kepingin
Agar sukma tinggi mengawang


Bersatu dengan gabak di hulu
Segar dingin menyiram bumi
Hinggap melata di rumput hina
Dibancur matari, naik lagi


Biar sukma hidup abadi
Bebas lepas meningkah alam
Tidak mengikat, tidak mengekang


Nampak-nampak tani terlalai
Memuji rahmat semesta alam
Berlinang-linang air mata riang


9. Bertemu

Karya: Armijn Pane

Di tepi pantai lau kami bersua
Dan kami memandang ke dalam mata masing-masing


Yang penuh sengsara, penuh duka
Karena negeri digenggam bangsa asing


Dengan diam kami berjabat tangan
Sambil menentang muka saudara yang muram cahaya


Kami bersama pergi berjalan
Melalui dataran di senja kala


Angin meniup jubah kami
Bagai menghembus kain mati


10. Desau Pimping

Karya: N. Adil

Pimping, kerap kudengarkan bahana desaumu
Bila angin lemah berhembus kelilingmu
Puncakmu terkulai laku merendahkan diri
Engkau tunduk bernyanyikan duka yang menyayat hati


Sambil menggeletar sekujur batangmu
Tegak dan merunduk memadahkan baitmu
Sungguh meresap dalam hati nuraniku
Karena lagumu ittifak dengan dukacitaku


Di bawah keteduhan kerap kududuk berjuntai
Memandangi riak bergelung-gelung dengan lunglai
Meningkah lagu desau daunmu merayu itu
Hening, sentosa, tak terganggu-ganggu
Aku mencampungkan diriku ke dalam gelora
Seloka dukamu, melambung tak indahkan kala
Hanyut dalam arusnya bagai bermimpi
Sujud mendoakan rahmat Tuhan Illahi


11. Menumbuk Padi

Karya: Sanusi Pane

Dalam cahaya bulan purnama
Anak dara menumbuk padi
Alu arah lesung bersama
Naik-turun berganti-ganti


Badan ramping tunduk berdiri
Dengan gerak manis selalu
Muka cantik berseri-seri
Berat kerja mengangkat alu


Datang berombak suara salung
Cinta birahi lagu kandung
Hendak mengambil hati perawan


Sebentar berhenti anak dara
Menumbuk padi, mendengar suara,
Tersenyum simpul memandang awan


KESIMPULAN

Itulah beberapa sajak yang ditulis oleh pujangga-pujangga dari Angkatan Pujangga Baru. Sajak-sajak di atas aslinya ditulis dengan ejaan lama namun telah digubah ke ejaan baru oleh penulis sertapuisi dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami tulisan dan isi dari sajak itu sendiri. Demikian postingan kali ini, semoga bermanfaat dan dapat menambah ilmu teman-teman pembaca sertapuisi.blogspot.com. Terima kasih!!!

Post a Comment for "11 Kumpulan Sajak dan Puisi Karya Pujangga Baru"